Rabu, 23 Februari 2011

Sang Pemburu Sarang Burung Walet




Ketika saya sedang melihat-lihat acara televisi yang isianya hanya sinetron yang tidak bermutu, akhirnya saya menemukan 1 acara dimana menurut saya bagus dan sungguh menambah pengetahuan saya. Sang Pemburu, itulah judulnya nah untuk itu saya akan mengupas tuntas tentang sarang burung walet.
Pernah dengar Sarang Burung Walet tidak? yah, betul sarang burung walet adalah air liur burung walet yang kering yang bisa di olah menjadi makanan yang mempunyai sejuta manfaat untuk tubuh. Pernah waktu dulu saya kira sarang burung walet itu berupa apa gitu, tapi ternyata dari air liur. kata orang sarang burung walet atau apodidae memiliki sekitar 30 spesies. Walet pun mempunyai beberapa sayap yang menyempit dan runcing, serta ekor yang panjang, sehingga burung ini bisa menempel dan bergantung di dinding-dinding goa. Sarang burung walet ini mengandung protein, mineral dan juga sumber asam amino yang lengkap sehingga sarang burung walet sangat terkenal di mana-mana.
Harga jual yang tinggi membuat para pemburu sarang burung walet pun senang, bagaimana tidak senang bayangkan saja kalau harga jual sarang walet bisa mencapai 12 juta-20 juta/kg. tetapi, proses mendapatkannya sangatlah susah, apalagi harus dengan tekat yang besar, diikuti dengan taruhan nyawa. Sarang walet yang kebanyakana di dalam goa-goa yang di dekat laut lepas dan di tebing-tebing yang sangat curam inilah yang membuat sang Pemburu harus bertaruh nyawa untuk bisa menghidupi keluarga mereka. Bermodal bambu, tali tambang, senter dan alat-alat sederhana lainnya. tidak terbayang jika para pemburu, memburu sarang burung walet ketika cuaca sedang tidak bersahabat, sudah jalan licin, gelap, dan air laut pasang, sungguh tidak bisa saya bayangkan seberapa besar jasa para pemburu ini.
ini saya beri manfaat sarang burung walet bagi kesehatan :
Sarang walet itu berfungsi sebagai food supplement, Asupan sarang walet akan menstimulus kinerja organ-organ tubuh lebih baik. Kekebalan tubuh meningkat dan penyakit menyingkir, tutur spesialis kanker dari Sekolah Kedokteran Tradisional di Propinsi Henan, Cina. Jadi selain itu juga sarang burung walet mengandung protein yang berbentuk glikoprotein yang merupakan komponen terbesar selain karbohidrat, lemak, dan air. Jumlahnya mencapai 50 persen. Di tubuh, protein berperan sebagai zat pembangunan. Ia membentuk sel-sel dan jaringan baru serta berperan aktif selama metabolisme protein asal hewan diakui lebih gizi lantaran punya ikatan senyawa lebih kompleks dari pada protein nabati.

Selasa, 22 Februari 2011

Nelayan Beralih Profesi Jadi Pemburu Batu Bara



ABDUL Rohim (37) sudah tak berminat lagi menjadi seorang nelayan. Padahal, semasa remajanya, ia tak pernah lepas dari perahu dan jaring. Bahkan, hampir setiap siang dan malam ia berada di tengah-tengah laut untuk memburu kakap merah, bawal, teri nasi, dan ikan laut lainnya.
Akan tetapi, kini lelaki yang tinggal di Kampung Pesisir, Kota Cirebon itu memutuskan untuk beralih menjadi seorang "GERANDONG" di Dermaga Pelabuhan Cirebon. Pekerjaan barunya itu sangat berdekatan dengan maut. Pasalnya, ia harus rela berjam-jam menyelam untuk meraup sisa-sisa batu bara yang jatuh berserakan dari kapal tongkang di dasar laut, yang dalamnya sekitar tujuh meter.
"Ini sudah risiko saya. Menjadi nelayan sudah tidak bisa diandalkan. Karena saat ini mencari ikan itu sangat sulit. Entah apa karena lautnya sudah tidak ada ikannya, atau karena apa. Makanya, saya berhenti jadi nelayan," tutur lelaki yang memiliki tiga putra itu.
Memburu batu bara di dasar laut sudah ia lakoni selama dua tahun. Alat selam yang dia gunakan sangat tradisional. Ia menggunakan kompresor sebagai alat bantu pernapasan dan kacamata standar untuk menyelam. Sementara telinganya tak diberi penutup. Dengan alat sederhana dan cukup berbahaya, Abdul Rohim minimal empat kali dan maksimal tujuh kali menyelam dalam satu hari. Di saat Abdul Rohim menyelam, rekannya. Nanang (28) bertugas menarik ember yang diisi sisa-sisa batu bara oleh Abdul Rohim dari dasar laut. Sekali menyelam sekitar sepuluh karung batu bara atau 150 kilogram dapat ia kumpulkan.
Kepingan batu bara itu ia jual ke pengepul dengan harga Rp 4.000 per kilogram. Jika sehari ia mendapatkan empat puluh karung maka uang yang ia terima Rp 120.000. "Itu pun dibagi tiga, buat saya, Nanang dan pemilik kompresor. Akan tetapi, kalau tongkang selesai bongkaran bisa mencapai 600 karung per hari," tutur Abdul Rohim. memang harganya memang tidak sebanding, tapi mau bagaimana lagi Abdul Rohim telah mencintai pekerjaannya sebagai GERANDONG.

Jumat, 18 Februari 2011

pemburu batu pulasan laut



Liburan yang lalu saya ketika meng­an­tar ibu untuk melihat kegiatan posyandu ter­padu (dalam hal ini melibatkan kesehatan ibu hamil, anak dan manula), mung­kin acara itu ber­akhir dengan baik, saya juga sem­pat “tanpa sengaja” men­dengar bahwa pemda tidak sedikit mem­berikan ang­garan agar acara ini dapat ter­seleng­gara dengan baik. Ada acara balita sehat, pemerik­saan rutin ibu hamil, dan senam manula, serta pengadaan makanan ber­gizi yang dilakukan pihak pus­kes­mas dibantu oleh ibu-ibu ang­gota PKK. Lokasinya ber­ada di Desa Cukcukan, yang merupakan salah satu desa tepian pan­tai di Kecamatan Gianyar. Yang aneh, mung­kin karena tidak ter­biasa men­dengar, adalah sebuah celetuk yang tak sengaja ter­tang­kap oleh pen­dengaran saya. Karena acara ini merupakan rang­kaian penutupan, para manula tam­pak ter­tawa senang ketika salah satu dari mereka ber­kata, “Yah…, sekarang bisa men­cari batu lagi”.
Saat itu saya belum memahami, apakah yang mereka per­bin­cangkan, hingga hari di mana saya meng­an­tarkan ibu ke acara per­pisahan akhir tahun Din­kes Kab. Gianyar di Pan­tai Masceti, ber­sebelahan dengan lokasi desa yang saya sam­paikan sebelum­nya. Pagi itu antara pukul 8 dan 9, saya ber­siap dengan Kodak EasyShare di tangan, sesuai dengan instruksi untuk meng­am­bil setiap momen yang unik dan menarik. Lang­kah kaki saya tak sengaja mem­bawa menuju ping­giran pan­tai yang lebih ren­dah dari batasan yang telah diting­gikan dengan ben­tangan tem­bok beton (abrasi di daerah ini juga cukup ter­kenal ganas). Aku cukup ter­kejut melihat jejeran manusia usia setengah baya ke atas saling tum­pang tin­dih bayangan­nya di han­tam men­tari pagi, sepan­jang pan­tai yang tak cukup pan­jang itu, puluhan dari mereka ber­jong­kok seakan seperti anak-anak yang sedang asyik bermain-main dengan pasir.
Tam­pak tangan-tangan yang telah cekatan meng­am­bil batu-batu hitam oval meng­kilap dengan cepat dan memasuk­kan­nya ke ember-ember sedang, ber­gerak per­lahan dalam hem­busan angin yang tak kenal henti, mem­bawa serta bulir air yang telah pecah oleh ombak yang meng­hem­pas­kan­nya ke ping­giran pan­tai. Tam­pak­nya mereka meng­um­pulkan batu-batu itu untuk dijual, karena batu-batu yang telah rapi itu oleh peng­halusan secara alami di antara arus ombak dan pasir bisa ber­arti tam­bahan ekonomi bagi keluarga. Aku melihat tam­pak­nya mereka begitu teng­gelam tidak oleh lautan, namun oleh apa yang diberikan lautan sehingga mereka dapat hidup, bukan dari apa yang hidup di lautan, namun ben­tuk kehidupan yang lebih diam dan lebih ter­ben­tuklah yang diberikan.
Hmm…, aku ber­pikir…, mung­kin daripada senam setiap pagi, aku kini meng­erti jika mereka lebih menyukai men­cari batu pulasan laut ini, karena mereka dapat hidup olehnya.

Kamis, 17 Februari 2011

mengayuh becak demi selembar rupiah



nasib tukang becak sangatlah malang, mereka harus mengayuh becak bermil-mil jaunya. mereka tidak menghiraukan teriknya matahari, dinginnya hembusan angin malam. mereka tidak memperdulikan semua itu, mereka hanya ingin mengejar kertas yang dapat menghidupi keluarganya. mereka mengayuh becaknya dengan penuh harap, mereka mengharapkan hasil jerih payahnya dapat mencukupi keluarganya. mereka mengayuh becaknya denga penuh semangat, agar hasil yang mereka dapatkan sebanding dengan usaha mereka mengayuh becak yang begitu beratnya. mereka menahan dahaga yang amat berat, dan menahan rasa lapar yang menerjang. karena, mereka memikirkan perut-perut anak mereka. karena, ekonomi yang tidak memungkinkan. sehingga, banyak wanita yang terjun langsung untuk menjadi tukang becak. karena, para wanita sekarang tidak mau tinggal diam, yang harus duduk manis di rumah menanti datangnya para lelaki untuk meminta hasil dari usaha mereka untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. mereka nekat untuk bekerja mengayuh becak demi membantu kebutuhan keluarga yang belum tercukupi. ternyata yang mereka dapatkan hanya puluhan lembaran uang seribuan, sangat tidak sepadan dengan usaha-usaha mereka.

Senin, 14 Februari 2011

penambang kapur : bertaruh nyawa mengejar rupiah



perbukitan kapur ( Tuban, Jawa timur ) menjadi andalan para masyarakat di sekitarnya, mereka mencari batu kapur untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. rongga didalam bukit batu kapur tersebut menjadi lahan hidup, meski disuatu sisi para pemburu harus bertaruh nyawa. didalam perbukitan kapur seluas ratusan hektar ini, para penambang menghabiskan waktunya menambang batu kumbung atau batu yang di gunakan sebagai pengganti batu bata dan batu yang di gunakan sebagai pondasi bangunan. bermodal gergaji, linggis, dan palu untuk menggali, memotong dan membentuk batu-batu kapur menjadi kubus dan berbagai ukuran. dinding bukit kapur tersebut dipotong berukuran 23 x 23 cm. penambangan batu kapur ini sangat mengancam nyawa para penambang, karena setahun lalu ada 2 orang penambang yang terkubur hidup-hidup karena batu yang di tambang runtuh. tetapi, semua itu tidak menyurutkan tekat para penambang. mereka tidak memperdulikan resiko yang terjadi, mereka tetap menambang batu kapur untuk menghidupi keluarganya. para penambang menganggap ancaman, bahaya, dan resiko adalah teman akrab mereka. karena, ancaman, bahaya, dan resiko selalu mengiringi para penambang ketika menambang batu kapur. penghasilan para penambang batu kapur ditentukan oleh produktivitas penambang. semakin banyak mereka mengumpulkan kubus-kubus batu kapur,  semakin besar pula penghasilan yang mereka dapatkan. tetapi, tetap penghasilan yang mereka dapatkan masih belum sepadan dengan apa yang mereka pertaruhkan. 1 orang penambang hanya mendapatkan hasil minimal Rp.60.000,- saja. sedangkan jika batu kapur tersebut di jual, harga batu kapur tersebut menjadi berlipat-lipat dari pendapatan sang pemburu. sungguh tidak adil keadaan alam ini, banyak yang mempertaruhkan nyawa hanya untuk mengejar rupiah tetapi, hanya mendapatkan imbalan yang sangat tidak sepadan.

pemburu mawar hutan


setiap pagi, setiap orang yang berada di desa lereng Gunung Merbabu ( Magelang, Jawa tengah ) mengabdikan dirinya sebagai "PEMBURU MAWAR". sekitar 800 -100 M diatas permukaan laut adalah tempat yang sangat cocok untuk tanaman bunga mawar, disana terdapat bunga mawar yang beraneka ragam. ada juga masyarakat desa lereng Gunung Merbabu, memburu mawar pada malam hari mereka di sebut "PEMBURU MAWAR LIAR". mawar hutan tidak sebagus mawar yang lain, dengan tangkai yang lebih kecil dan bentuk sedikit berbeda. namun, itu adalah harta yang di perebutkan masyarakat desa lereng Gunung Merbabu. semua perempuan lanjut usia, rela berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan bunga mawar. dan, harus berjalan cepat untuk pergi ke pasar, untuk menjual hasil buruan bunga mawar tersebut. jika, mereka tidak cepat-cepat pergi ke pasar maka hasil jerih payah mereka mencari bunga mawar hanyalah sia-sia. dan di sekitar desa lereng Gunung Merbabu, yang tempatnya berada di daerah pakis. ada seorang nenek bernama MBAH MUJI, yang berusia 80 tahun. dia masih bersemangat untuk mencari mawar, walaupun dengan tangan keriput beliau memetik bunga mawar yang berduri, dan mata yang sudah tidak sempurna untuk melihat. dia harus tetap menjual mawar, padahal dia tidak tahu menahu tentang menurunnya harga mawar. dan, harga 1 keranjang bunga mawar adalah Rp.2000,- saja. dan, mbah Muji hanya bisa mengumpulkan 1 keranjang bunga mawar, karena keadaan fisik yang sudah rentan. sehingga penghasilan yang mbah Muji dapatkan saat itu hanyalah selembaran uang dua ribu. selebih lagi, mbah Muji harus mengambil uang penghasilannya sebesar Rp.500,- untuk membeli sayur untuk makan mbah Muji pada hari itu. harga yang tidak sebanding dengan resiko yang selalu mengiringi para pemburu ketika sedang memburu mawar hutan.

pengemis jalanan

setiap pagi mereka harus duduk berjajar di trotoar jalan, mereka selalu mendahului aktivitas orang-orang. mereka harus bangun pagi-pagi untuk meminta-minta, kepada orang-orang yang berjalan didepan mereka. walaupun terkadang banyak yang acuh pada keberadaan mereka, tapi mereka tetap mengharapkan pada gerakan tangan baik orang lain. mereka tidak peduli dengan apa resikonya, mereka sudah tidak takut lagi kepada Satpol PP. mereka sudah bertekad diri untuk menjalani semua ini, mereka sudah capek hidup dalam kesengsaraan. mereka ingin hidup layak adanya. mereka ingin menikmati indahnya hidup dalam keadaan berada. walaupun sering kali mereka selalu terjerat Satpol PP, tapi mereka tetap nekat. mereka tidak peduli akan datangnya Satpol PP, yang penting mereka bisa makan pada hari itu. banyak pengemis jalanan yang berusia rentan, mereka rela duduk dibawah terik matahari. hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. mereka tidak peduli akan kondisi fisik mereka, yang ada dibenak mereka bukanlah memikirkan kondisi fisik dirinya sekarang. melainkan "BAGAIMANA CARANYA AKU BISA BERTAHAN HIDUP SEKARANG DAN NANTI". mereka melakukan semua ini bukan karena kehendak mereka, tetapi karena desakan keadaan. mereka meronta meminta-minta, kepada semua tangan orang lain. tetapi, tidak semua orang melihat jeritan orang-orang kelaparan tersebut. banyak yang berpikiran "MEREKA MALAS MENCARI PEKERJAAN". berawal dari situlah muncul perasaan untuk mengacuhkan keberadaan mereka.

anak pembantu orang tua

nasib anak pinggiran sangatlah menyedihkan, di usia yang masih dini mereka harus membanting tulang demi membantu orang tua mereka untuk mempertahankan hidup mereka. mereka menahan rasa malu yang ada di benak mereka demi bertahan hidup, mereka rela tidak meneruskan sekolahnya hanya untuk membanting tulang. tetapi, saya salut dengan pengorbanan mereka. disamping mereka bekerja membanting tulang, mereka juga berjuang untuk mengejar pendidikan yang sudah mereka tinggalkan. mereka menyempatkan diri untuk pergi ke sekolah, walaupun mereka selalu di usir oleh satpam sekolah. karena, dikira mereka mengganggu pembelajaran sekolah. nasib mereka sangat malang, masa bermain mereka menjadi berkurang. karena, mereka harus membantu orang tua mereka mencari nafkah dari terbitnya fajar, sampai terbenamnya matahari menjelang fajar untuk memenuhi kebutuhan hidup didunia. walaupun, hasil yang mereka dapatkan tidak setimpal dengan perjuangan mereka. mereka tetap bersyukur dengan hasil yang ada. dengan bekerja mereka menyempatkan waktu untuk bermain dengan sebayanya. walaupun, waktu bermain mereka sangat terbatas. tapi, mereka senang bisa bermain, bergembira bersama teman-teman sebayanya. terkadang jika mereka sedang kesakitan mereka bingung harus mengadu ke siapa, mereka selalu menangis ketika mereka dihina "DASAR ANAK MISKIN". dalam hati mereka berkata, "APA SALAH AKU HIDUP SEPERTI INI?". mereka hanya bisa mengadu kepada tuhan, tetapi semua permintaan itu susah untuk langsung terwujud. yang bisa mereka lakukan saat ini adalah, berdo'a dan berusaha. nasib anak pinggiran sangat menakutkan, mereka sangat mudah untuk terjerumus kedalam hal-hal yang negatif. mereka mudah terjerumus dalam narkoba, sex bebas, dan kriminalitas. karena mereka kurang perhatian dari orang tua, pendidikan, dan kebebasan pergaulan.

Minggu, 13 Februari 2011

jeritan orang pinggiran

keadaan yang tidak mendukung ekonomi seseorang, mengakibatkan banyak orang terpuruk dalam kesengsaraan.banyak yang sedang mengalami keadaan tersebut. mereka tidak bisa mengadu kepada siapa-siapa, mereka hanya bisa berdo'a dan berusaha.jika mereka lelah, dan sudah kehilangan energi untuk berusaha. hanya satu yang bisa mereka perbuat. yaitu, mereka hanya bisa mengandalkan, pemberian dari orang lain. mereka, berusaha untuk bertahan hidup layaknya seperti orang lain. mereka ingin disamakan derajatnya, mereka ingin dihormati. mereka ingin dihargai jerih payah mereka mencari nafkah untuk menghidupi keluarga mereka. mereka tidak ingin, dihina, dan dicaci maki. mereka adalah seorang manusia biasa yang ingin hidup bahagia, menikmati harta yang kebanyakan orang miliki. mereka ingin hidup bahagia, yang ada waktu untuk beristirahat. dan, bisa menikmati kasur yang empuk, makanan yang bergizi, pakaian yang layak, dan berbau badan yang harum. tetapi takdir telah menentukannya, dan mereka hanya bisa menikmati hidup dengan berusaha dan berdo'a.